— JANJI CINTA PARMIN —

Gedung di hadapannya menjulang tinggi. Ada sekitar 10 lantai di sana. Angkuh dan berwibawa kesannya. Gedung itu baru direnovasi satu bulan lalu. Ia pandangi sejenak gedung itu. Kemudian melangkah ke dalamnya.
Di sana sudah menunggu seorang Profesor. Tesis mungkin sudah dicorat-coretnya. Justru itu yang diinginkan. Sebababnya, dia ingin belajar dari kesalahan itu. Proposal penelitian itu adalah tentang mimpi besarnya. Tentang rentang masa depan yang harus di perjuangkan.
Jam di handphone menunjukkan angka 10 pagi. Masih ada waktu sepuluh menit. Sebelum menemui Pak Profesor. Sebentar saja ia istirahat di lantai dasar. Duduk, kemudian menenggak air dalam botol mineral di tangannya. Lega rasanya. Dahaga itu sedikit hilang.
Udara berhembus pelan. Lalu lalang mahasiswa berjalan di depannya. Tidak ia pedulikan langkah mereka. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Tentang penelitian dan tentu saja dengan cintanya. Dia bagai di persimpangan jalan.
Akhir tahun ini, target Tesisnya selesai. Itupun jika tidak ada halangan. Dia masih memiliki tunggakan uang kuliah. Jumlahnya lumayan besar. Gaji sebagai penjaga kampus tidak besar.
Hanya cukup untuk membayar kost. Sisanya untuk makan. Jika lebih bisa membeli buku. Terkadang juga membantu mengirim bapak. Jika memang memiliki kelebihan uang. Tapi pada saatnya nanti waktu yang akan menjawab.
Ia bukan hp kecilnya. Ada sms masuk “Prof bisa datang jam satu”. Sms dari asisten Profesor. “Baik, terima kasih atas informasinya. Saya nanti akan temui Beliau jam satu”. Singkat, dia membalas sms itu.
Masih ada waktu sekitar 4 jam sebelum menemui Profesor. dia buka surat kecil digenggamanku. Surat itu diterima sejak satu bulan yang lalu. Tidak ada keberanian baginya untuk memutuskan. Kondisinya memang sangat sulit.
“Mas Par, sudah ditunggu abah di rumah” Naomi berbicara datar waktu itu.
“Mas Par lagi kumpulkan uangnya” Ia mencoba menghibur. Di serambi sebuah masjid kampus mereka bertemu.
Parmin selalu begitu. Menggunakan aksen Jawa yang medok. Ciri medok itulah yang membuat Parmin lebih berkarakter. Tidak tampan, Parmin tipenya sumeh. artinnya, dia mudah bergaul dengan orang lain.
“Kalau bisa akhir bulan ini mas” Kata itu keluar dari bibir mungil Naomi.
Yeah, hari ini sudah terkumpul uang itu. Di genggamannya ada uang sebesar tiga juta rupiah. Uang akan digunakan untuk membeli cincin. Ia bulatkan tekad. Pergi ke toko berlian di pasar kecil.
“Zahra Naomi, aku akan datang melamarmu” bisiknya lirih dengan penuh kemenangan. Langkahnya mantap. Ada cinta yang membuncah dalam jiwa. Angin berhembus pelan. Membisik pada lelaki jangkung yang sedang jatuh cinta.
Kakinya hampir melangkah dari gerbang kampus. Handphone tiba-tiba berbunyi. Ada sms masuk. Entah dari siapa. Semoga saja tentang kabar baik.
“Mas Parmin, uang yang tiga juta kirim. Bapak lagi sakit mas. Butuh secepatanya uang itu untuk berobat”. Pesan dari adiknya Parmin. Dia yang merawat bapaknya Parmin di kampung.
Pesan itu cukup mengejutkan. Membuat Parmin menghentikan langkah. Sejenak memandang uang tiga juta yang digenggamnya. Uang itu akan dikirim ke bapak ataukah dibelikan cincin untuk Naomi. Hanya uang itu yang dimilikinya.
Sepuluh menit ia harus mengambil keputusan. Mengirim uang untuk bapaknya. Berarti memutuskan tidak melamar Naomi. Atau malahan sebaliknya, lebih memilih Naomi. Belum selesai dirinya berpikir.
Ada sms masuk dari pihak kampus. “Deadline uang kuliah akhir bulan. Jika lebih dari itu tidak bisa mengikuti wisuda tahun ini” jleb, ini menambah kacau pikirannya.
Akhirnya dia mengambil keputusan. Sebuah jalan yang memang pahit. Namun ini adalah pilihan hidup. “Dek, maafkan mas. Lamaran Mas batalkan. Jika ada lelaki baik agamanya terima saja. Maafkan Mas Parmin yang belum bisa mengambil keputusan tegas”
Sms panjang itu dikirim ke Zahra Naomi. Semoga kelak ia mendapatkan lelaki yang mencintainya. Lelaki yang dapat memberikan kehidupan yang layak baginya. Bukan dengan lelaki seperti dirinya yang hidupnya teramat sulit.
Parmin melangkahkan kaki masuk Bank Mandiri di samping gerbang kampus. Uang tiga juta segera dikirim untuk Bapak. Semoga ada kesehatan dan kebahagiaan buat bapak. Baru uang sebesar tiga juta yang dia kirim. Kekurangannya ia akan berusaha mencari.
Terkadang cinta memang tidak harus memiliki. Kisah cinta pun terkadang tidak berujung bahagia. Ada hikmah besar di setiap kisah cinta. Orang besar adalah ketika dia memahami cinta sebagai proses pembelajaran.
Ada sms masuk ke HP Parmin. Pesan berantai dari Zahra Naomi. Parmin seakan gagu untuk membuka HP. Naomi pasti kecewa dengan keputusan itu. Menghentikan proses lamaran. Berarti memutus kebahagiaan Naomi.
“Mas, Jahat banget. Mas tega menyakiti Naomi. Kenapa batalkan lamarannya. Naomi tidak minta harta mas. Mas, bahkan jika mahar itu hanya satu cincin dari besi, Naomi akan menerimanya. Naomi mencintai Mas Parmin. Harta bisa kita cari mas. Tapi cinta itu sulit kita dari Mas. Naomi masih menunggu Mas Parmin”
Pesan sangat panjang dari Naomi. Menghentak kalbu Parmin. “Min, kamu memang jahat. Kenapa kamu berbuat begitu dengan Naomi. Bukankah hati wanita itu memang mudah rapuh?”. Hati kecil Parmin berbicara.
The End